Kulangkahkan kakiku dengan perasaan yang campur aduk dan mata yang masih sembab. Kurasakan diriku mati tak sempurna, tak ada yang bisa ku lakukan. Hari ini Deta, kekasihku akan meninggalkan Indonesia, dia akan melanjutkan studynya di luar negeri. Entah beberapa tahun aku pun tak tau. Ku panggil taxi dengan cat warna biru dan plat nomor yang sudah agak usang. Terasa sangat berat berpisah dengannya. Orang yang sangat ku cintai.
Taxi pun berhenti di depan Bandara. Dengan wajah yang pucat pasi, ku melangkah dengan gontai. Ku temui sang pujaaan hati yang menungguku sejak lama. Aku terdiam terpaku, ku tatap dia. Tiba-tiba dia menoleh ke arahku dan memelukku. Aku menangis tersedu di dalam dekapannya, ku tumpahkan seluruh perasaanku. Aku ingin mengatakan satu hal padanya. Namun kalimat itu sama sekali tak keluar dari bibirku. Bibirku terasa kelu. Aku hanya dapat merasakan hangat pelukannya yang pasti akan selalu ku rindu. Dia kecup keningku dengan bibir lembutnya. Ku rasakan kasih sayangnya padaku.
“Win!! Kamu jangan nangis! Aku janji bakalan setia sama kamu! Aku sayang sama kamu!” kata Deta padaku sambil mengusap lembut pipiku.
“Deta! Aku juga sayang banget sama kamu! Kamu janji ya bakalan setia sama aku!” kataku padanya dengan terisak.
“Aku janji Wina. Percaya ya sama aku, aku bakalan ngejaga cinta kita!” kata Deta sambil menggenggam tanganku.
Tiba-tiba terdengar suara panggilan dari operator penerbangan ”Perhatian! Bagi para penumpang pesawat penerbangan Amerika Air Line jurusan Jakarta-Amerika dengan slide nomor 32 harap memasuki pintu masuk nomor 15. Terima kasih.”
Ku terdiam sejenak dan ku tatap wajah Deta, seseorang yang ku harapkan tak kan pergi dari sisiku.
“Deta!! Kamu hati –hati ya disana. Inget jaga diri kamu baik-baik. Aku bakalan setia menanti kamu.” kataku dengan tersenyum.
“Kamu juga ya !!! katanya padaku sambil mengecup keningku dan seraya pergi.
Dengan berat hati ku relakan dia pergi. Walau hati kecilku masih berharap dia tak kan meninggalkanku. Deta di mana pun kamu berada aku akan setia menantimu.
Bulan berganti bulan dan tahun pun berganti tahun. Sudah 5 tahun semenjak kepergian Deta ke LA. Mentari pagi menjemput kesunyian malam dan memancarkan kehangatannya. Burung-burung berkicau riang mengalunkan nada-nada indah. Membuat hari semakin bertambah indah dan berwarna. Mega-mega berwarna jingga telah membalut kaki langit. Tapi hatiku tak seindah langit dan cuaca hari ini.
Kini aku seorang mahasiswi. Aku mengambil jurusan teknologi komunikasi. Sejak 2 tahun yang lalu aku dan Deta loose contact. Aku bingung dan tak mengerti sama sekali. Kenapa Deta tak ada kabar? Apa dia punya kekasih yang lain di sana? Apa dia telah melupakanku? Banyak pertanyaan yang mengitari kepalaku.
Seperti biasa ku selusuri jalan setapak menuju kampusku dengan jaket usangku dan tas lusuhku. Ku berjalan pelan dibawah rindangnya pohon penyejuk kota. Karena jarak antara kampus dan rumahku dekat jadi aku lebih baik berjalan kaki, hitung-hitung irit ongkos. Temanku Dena dengan headphone setianya telah menantiku di pintu gerbang kampus. Dena orangnya penyabar dan agak tulalit tapi dia lumayan pintar. Tingginya sekitar 165 cm. Wajahnya lumayan cantik dengan rambut di ikat ekor kuda. Semakin menambah kecantikannya.
“Win!!! Loe dari mana aja sie?? Gua dah nungguin loe dari tadi tau.” katanya padaku dengan wajah polosnya.
“Sorry…sorry tadi gua masih nyari buku catatan gua yang ternyata nyelip di tas gua yang lagi satu. Sorry ya!” kataku memohon padanya.
“Ya udahlah. Gak usah dipikirin. Yang penting sekarang kita mesti buru-buru ke kelas karena bentar lagi jadwalnya Bu Mira. Tau kan Bu Mira tu, dosen yang paling killer. Jadi buruan yuk!!” katanya padaku sambil memasukan headphonenya ke dalam tas dan menarik tanganku.
“Ya…ya…sabar! Tanganku sakit nich kamu tarik kayak gini!” kataku sambil berlari.
Esok harinya Dena datang ke rumahku dan mengajakku jalan-jalan. Ku kenakan tangtop warna merah, sesuai dengan warna favoritku dan bawahan jeans berwarna hitam. Lumayan juga pikirku.
“Duch Win!! Lama banget sich loe dandannya kayak mau ketemu artis favorit loe aja.” Kata Dena dengan wajah yang cemberut.
“Sory! Ya udah yuk kita jalan!!!”
“Ayuk!!! Tapi kita mau naik apa nich???”
“Ya mobilku lah! Masak loe mau gua ajak jalan kaki??? Emang loe mau??”
“Ya gak lah… hehe…”
Aku tak tau apa ini memang disengaja atau mungkin memang sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Tiba-tiba sebuah mobil sedan berwarna merah berhenti di depan rumahku. Seorang cowok turun dari mobil dan memandangku. Aku pun tersentak melihat wajahnya. DETA????? Deta di Indonesia??? Aku benar-benar tak percaya.
“Deta???” kataku setengah berteriak.
Dia membalas pertanyaanku dengan senyuman dan dia pun menghampiriku.
“Wina!! Maafin aku ya selama ini aku ngilang gitu aja. Aku mau ngasi kamu kejutan.”
“Kejutan…kejutan…!!! Kamu hampir buat aku gila tau gak sie??? Aku tu dah putus asa. Kamu ngilang gitu aja gak ada kabar sama sekali. Aku kesel sama kamu!!” kataku dengan kesal.
“Yang penting kan belum gila sayang.” candanya padaku
“Iiih… kamu nyebelin banget. Aku seneng banget kamu datang ke Indonesia.” kataku dengan manja.
“Duch yang ketemu sama pacarnya. Aku di lupain nich, dianggap gak ada.” kata Dena dengan wajah yang kusut.
“Duch sorry Na!! Aku kira selain aku sama Wina gak ada orang lagi. Maaf ya!!” canda Deta.
“Uwuch……eh tadi kamu bilang mau ngasi Wina kejutan. Kejutan apa???” tanya Dena penasaran.
“Kejutannya….. apa ya???? Hm….Aku akan tinggal di Indonesia.”
“Beneran nich???? Duch seneng nich Wina sekarang. Gak kesepian lagi.” kata Dena tersenyum.
“Beneran yang??? Serius?” tanyaku dengan riangnya.
“Beneran sayang dan aku gak akan ninggalin kamu lagi. Aku akan selalu ada di samping kamu.” katanya padaku dengan serius.
“Janji????”
“Janji!!” ucapnya padaku dan memeluk erat tubuhku.
“Mega Mas Dewi Pertiwi”
Source of images: People Holding Hands Sunset – Free photo on Pixabay